Persero Dalam Hukum Publik dan Hukum Privat (Bagian XII)

Oleh Wuri Adriyani

 

Pengantar Redaksi:

Artikel ini cuplikan dari ringkasan disertasi Dr Wuri Adriyani SH MHum dalam ujian terbuka doktor ilmu hukum di Universitas Airlangga 29 Januari 2009. Judul aslinya “Kedudukan Persero Dalam Hubungan Dengan Hukum Publik dan Hukum Privat”.

Media online GagasanHukum.WordPress.Com memuat sebagai artikel bersambung. Bagian I edisi Senin 23 Februari 2009, Bagian II edisi Senin 2 Maret 2009. Bagian III edisi 9 Maret 2009. Bagian IV edisi Senin 16 Maret  2009. Bagian V edisi Senin 23 Maret 2009. Bagian VI edisi Senin 30 Maret 2009. Bagian VII edisi Senin 6 April 2009. Bagian VIII edisi Senin 13 April 2009. Bagian IX edisi Senin 20 April 2009. Bagian X edisi 27 April 2009. Bagian XI, edisi Senin 4 Mei 2009. Bagian XII, edisi Senin 11 Mei 2009.

 

 

III.           PENUTUP

 

1.            Kesimpulan

 

Berdasar permasalahan yang diteliti melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach), penelitian dan penulisan ini sampai pada kesimpulan sebagai berikut:

a)    Bahwa pada Persero berlaku ketentuan hukum publik disamping berlaku ketentuan hukum privat. Keterkaitan unsur Negara dalam kepemilikan Persero, mengakibatkan berlakunya hukum publik (hukum administrasi). Aspek hukum publik yang menjadi suatu karakter khusus dalam Persero yaitu bahwa:

§  pembentukan Persero dilakukan melalui Peraturan Pemerintah karena terkait pemisahan kekayaan negara;

§  Persero mengemban tugas pemerintahan melalui penugasan khusus yang disebut Kewajiban Pelayanan Umum atau Public Service Obligations (PSO).

Penugasan khusus pada Persero mengakibatkan Persero berkedudukan ganda: pertama, sebagai pengemban tugas pemerintahan terkait Kewajiban Pelayanan Umum atau PSO yang terhadapnya berlaku hukum administrasi, dan kedua, sebagai instrumen pencari keuntungan atau sumber pendapatan (income) Negara yang berlaku hukum privat/hukum perseroan. Kedudukan ganda ini mengakibatkan pertanggungjawaban ganda pula pada Direksi Persero. Pada satu sisi Direksi Persero harus bertanggung jawab sebagai pengguna anggaran/barang yang bertanggung jawab atas pengelolaan uang Negara, pada sisi yang lain Direksi Persero harus bertanggung jawab sebagai pengurus Persero yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta kekayaan Persero.

Pertanggungjawaban ganda Direksi Persero ini terkait pada dua pendanaan/anggaran yang berbeda. Pertama, adalah pendanaan terkait dengan pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Umum atau PSO yang tidak termasuk kekayaan Persero. Pendanaan ini disebut penyertaan Negara yang tidak dijadikan modal Persero. Untuk itu pertangggungjawabannya berlaku mekanisme APBN, yang untuk Persero diatur UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dan UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Untuk itulah BPK berwenang melakukan audit keuangan Persero. Kedua, adalah pendanaan yang disebut dengan penyertaan modal Negara, yang berbentuk saham-saham yang masuk dalam kekayaan Persero.

Dalam kedudukannya sebagai pengguna anggaran, Direksi Persero harus bertanggung jawab menurut hukum publik/hukum administrasi/hukum keuangan negara. Sanksi-sanksi pelanggaran Direksi Persero dalam kedudukannya sebagai pengguna anggaran adalah sanksi pidana, administratif dan perdata yaitu:

        mengganti kerugian, dengan tata cara yang ditentukan BPK;

        sanksi administratif sesuai peraturan pegawai negeri bagi yang tidak memenuhi kewajibannya;

        pidana penjara dan atau denda sesuai ketentuan pidana yang berlaku bila terjadi penyimpangan kegiatan anggaran.

Dalam kedudukannya sebagai pengurus Persero, Direksi Persero harus bertanggung jawab menurut hukum privat/hukum perseroan, yaitu melalui mekanisme RUPS.

b)    Dalam penelitian ditemukan bahwa ketentuan hukum publik dan hukum privat tidak berlaku secara sinkron. Latar belakang untuk hal ini adalah adanya insinkronisasi pengertian.

Insinkronisasi pengertian “kekayaan negara” dalam UU Keuangan Negara dengan pengertian “kekayaan negara yang dipisahkan” dalam UU BUMN membuat pelaksanaan pertanggungjawaban keuangan Persero bermasalah. Pengertian “kekayaan negara yang dipisahkan” dalam UU BUMN adalah kekayaan negara yang dijadikan modal Persero dan menjadi kekayaan Persero. Pengertian “kekayaan negara” dalam UU Keuangan Negara mencakup “kekayaan negara yang dipisahkan”. Hal ini mengakibatkan modal Persero masuk dalam pengertian “kekayaan negara”, yang akibatnya harus diaudit berdasarkan asas-asas pengelolaan keuangan negara menurut hukum publik/hukum administrasi/hukum keuangan negara.

Insinkronisasi ini menyebabkan Direksi Persero “dapat” dikenai tindak pidana korupsi. Kesalahan dalam pengelolaan kekayaan Persero dianggap merugikan Negara. Anggapan ini salah kaprah dan membahayakan kepastian hukum (rechtszekerheid). Padahal kerugian Persero bukan kerugian Negara, karena kerugian Persero belum tentu merugikan pemegang saham. Batas kerugian Negara sebagai pemegang saham hanya sebatas sahamnya saja. Terkait dengan dua kasus contoh (Bank Mandiri dan PT Jamsostek) tampak bahwa dalam praktik penegakkan hukum konsep-konsep hukum baik hukum perseroan maupun hukum adminstrasi/keuangan negara tidak benar-benar dipahami. Disamping itu UU Keuangan Negara yang pada hakekatnya dibuat untuk menyelamatkan uang negara tidak jelas batasan-batasannya yang justru membuat efek negatif bagi penegakkan hukum. Dalam hal ini telah terjadi pelanggaran kaidah hukum perseroan, yaitu bahwa dalam hukum perseroan, Persero adalah badan hukum yang mandiri, sama dengan PT umumnya. Untuk itu seharusnya tindak pidana korupsi hanya dapat dikenakan pada Direksi Persero dalam kedudukannya sebagai pengguna yang menggunakan dana terkait dengan pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Umum atau PSO.

Apabila terjadi kerugian pada Persero, Negara dapat menggunakan hak-haknya dengan dua cara: pertama, sebagai pemerintah yang meminta pertanggungjawaban pada pengguna anggaran dapat mengajukan tuntuan berdasarkan hukum adminsitrasi/hukum keuangan negara; kedua, sebagai pemegang saham dapat mengajukan gugatan perdata kepada Direksi Persero berdasar hukum perseroan yaitu aturan-aturan menurut UU PT, dan berdasarkan onrechtmatigedaad menurut Pasal 1365 BW.

 

2.            Saran

 

Saran pertama yang dapat disampaikan adalah perubahan perumusan ”kekayaan negara” melalui perubahan UU Keuangan Negara. Dasar pemikiran saran ini adalah bahwa:

        Penerapan tindak pidana korupsi pada Direksi Persero dalam kedudukannya sebagi pengurus Persero merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini sebenarnya merupakan permasalahan insinkronisasi perangkat peraturan terkait keuangan negara dengan kaidah hukum perseroan terkait Persero, dalam mengantisipasi beleid anti korupsi dalam UU PTPK.

        Cakupan perumusan kekayaan negara yang terlalu luas dalam UU Keuangan Negara mengakibatkan efek negatif tumpang tindih pada penerapan hukumnya. Batas-batas antara hukum publik/hukum administrasi/hukum pidana korupsi dan hukum privat/hukum perseroan menjadi tidak jelas. Berdasarkan problem hukum ini, maka ketentuan-ketentuan tentang keuangan Negara di satu sisi harus disinkronkan dengan ketentuan-ketentuan tentang Persero. Untuk itu perubahan perumusan ”kekayaan negara” harus dilakukan melalui perubahan UU Keuangan Negara.

        Permasalahan sinkronisasi aturan hukum, terletak dalam dua tataran kegiatan hukum, yaitu tataran kegiatan pembentukan hukum dan tataran kegiatan penerapan hukum. Dalam tataran pembentukan hukum, sinkronisasi berkaitan dengan pembagian dan pembatasan wewenang pembentukan aturan hukum. Dalam tataran penerapan hukum, sinkronisasi berkaitan dengan penyelesaiaan konflik norma baik konflik vertical yaitu lex superior dengan lex inferior, maupun konflik horinzontal, baik antara lex poseterior dengan lex prior maupun antara lex specialis dengan lex generalis. Berdasarkan problem hukum ini, maka ketentuan-ketentuan tentang keuangan Negara harus disinkronkan dengan ketentuan-ketentuan tentang Persero.

Saran kedua adalah perubahan UU BUMN. Dasar pemikiran untuk itu adalah sebagai berikut:

        Fungsi/tugas pemerintahan yang dibebankan pada Persero sebagai Kewajiban Pelayanan Umum atau PSO lebih tepat diserahkan pelaksanaannya pada Perum. Meskipun bidang-bidang terkait dengan PSO saat ini banyak dikuasasi Persero, misalnya listrik, migas dan air bersih, sebenarnya Negara dapat saja membentuk Perum untuk mengusahakan bidang tersebut dengan cara memisahkan kelas konsumen. Pada konsumen yang akan mendapatkan subsidi ditangani khusus oleh bentuk Perum, sedang pada konsumen dengan kelas non subsidi ditangani oleh bentuk Persero.

 

 

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 

 

UUD 1945 (Amandemen I, II, III, IV).

 

A. Undang-undang

Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, LN RI Tahun 2007 No. 106, TLN No. 4756.

 

Undang-undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, LN RI Tahun 2004 No. 5, TLN No.4355.

 

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, LN RI Tahun 2004 No. 53, TLN No. 4389.

 

Undang-undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, LN RI Tahun 2004 No. 66, TLN No. 4400.

 

Undang-undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, LN RI Tahun 2003 No. 47, TLN No. 4286.

 

Undang-undang  No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, LN RI Tahun 2003 No 70, TLN No. 4297.

 

Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, LN RI Tahun 2001 No. 134, TLN No. 3851.

 

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, LN RI Tahun 1999 No. 140. TLN No. 387.

 

Undang-undang  No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, LN RI Tahun 1999 No. 75, TLN No. 1851.

 

UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

 

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang No. 8 Tahun 1974 Pokok Kepegawaian, LN RI Tahun 1999 No. 169, TLN No. 3890.

 

Undang-undang No. 8 Tahun 1974 Pokok Kepegawaian, LN RI Tahun 1974 No. 55, TLN No. 3041.

 

Undang-undang  No. 9 Tahun 1969 Tentang Perpu No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang, LN RI Tahun 1969 No.16.

 

Undang-undang No. 19 Prp. Tahun 1960 tentang Penyederhanaan Bentuk-Bentuk Usaha Negara, LN RI Tahun 1960 No. 59, TLN. No. 1989.

 

Burgerlijk Wetboek (Statsblad No.1847 – 23).

 

 

B. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2005 Tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Dan perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara, LN RI Tahun 2005 No 115, TLN. No. 4554.

 

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 PP Tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas, LN RI Tahun 2005 No. 116, TLN. No. 4555.

 

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, LN RI Tahun 2005 No. 117, TLN No. 4556.

 

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, LN RI Tahun 2003 No. 82, TLN No. 4305.

 

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Pertamina menjadi Persero, LN RI Tahun 2003 No. 69.

 

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan selaku RUPS/Pemegang Saham, LN RI Tahun 2001 No. 117, TLN No. 4137.

 

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan (Persero), TLN No. 4101.

 

Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 1998 tentang Persero, LN RI Tahun 1998 No. 15, TLN No. 3731.

 

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 Tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas, LN RI Tahun 1998 No. 39.

 

Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1996 tentang Perubahan PP No. 55 Tahun 1990 tentang Persero Yang Menjual Sahamnya Kepada Masyarakat Melalui Pasar Modal, LN RI  Tahun 1996 No. 89, TLN No. 3654.

 

Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1990 tentang Persero Yang Menjual Sahamnya Kepada Masyarakat Melalui Pasar Modal, LN RI Tahun 1990 No. 79, TLN No. 3428.

 

Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan Dan Pengawasan Perjan, Perum Dan Persero, LN RI Tahun 1983 No. 3, TLN No. 3246.

 

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO), LN RI Tahun 1969 No. 21, TLN No. 2894.

 

 

 

C. Peraturan Presiden

 

Keputusan Presiden RI No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

 

Keputusan Presiden RI No. 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kantor Menteri Negara BUMN.

 

Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Instruksi Presiden RI No. 8 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.

 

Instruksi Presiden RI No. 8 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.

 

Instruksi Presiden RI No. 17 Tahun 1967 tentang tentang Pengarahan Dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Ke Dalam Tiga Bentuk Usaha Negara.

 

 

D. Peraturan Menteri

 

Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2006 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara.

 

Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-03/MBU/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN PER-01/MBU/2006 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara.

 

Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Hasil-Hasil Kekayaan Negara Yang Dipisahkan.

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: Kep-09a/Mbu/2005 Tentang Penilaian Kelayakan Dan Kepatutan (Fit And Proper Test) Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep- 59 /Mbu/2004 Tentang Kontrak Manajemen Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. 109 Tahun 2002 tentang Sinergi Badan Usaha Milik Negara.

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: Kep-117/M-Mbu/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: Kep-101/Mbu/2002 Tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Perusahaan Badan Usaha Milik Negara.

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep-93/M-Mbu/2002 Tentang Penetapan Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun 2002-2006.

 

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-103/Mbu/2002 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Komite Audit Bagi Badan Usaha Milik Negara.

 

Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM No: M M-02.Ht.01.01.Tahun 2001 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

 

 

E. Surat Edaran dan Surat

 

Surat Edaran Menteri Negara BUMN No. SE-07/MBU/2005 tentang Pelaksanaan GCG dalam Pengadaan barang dan Jasa.

 

Surat Sekretaris Kementrian BUMN, No. S- 298/S. MBU/2007 tentang Pelaksanaan Pengadaan barang dan Jasa BUMN.

 

Tentang penulis:

Dr Wuri Adriyani SH MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Email: adriyan02@yahoo.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

KLIK TERTINGGI

  • Tidak ada

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.679.489 hits
Mei 2009
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031