Perlindungan HKI pada Obat Tradisional

Oleh Siti Kotijah

Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk negara-negara maju telah menggunakan pengobatan tardisional, termasuk didalamnya penggunaan obat-obatan bahan alam. Menurut data Secretariat Convention on Biological Diversity, pasar global bahan obat alam mencakup bahan baku pada tahun 2000 mencapai nilai US$ 43 millar.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar didunia, dengan julukan “mega diversity”. Keanekaragaman hayati ini dapat dilihat dalam berbagai macam tumbuhan yang secara tradisionil digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, misalnya bagi masyarakat jawa dan madura obat tradisionil dikenal dengan sebutan jamu, dimasyarakat bali mengenal “lengis arak nyuh”, dan dikalimantan ada pasak bumi dan lain-lain.

Pemanfaatan dan pengembangan obat tradisonil diberbagai daerah di Indonesia merupakan warisan yang turun temurun berdasarkan pengalaman. Kelemahan selama ini terhadap penggunaan obat tradisionil, yakni ada pandangan yang keliru bahwa obat tradisionil selalu aman, tidak ada resiko bahaya bagi kesehatan dan keselamatan pada konsumen.

Namun dalam kenyataanya ada beberapa jenis obat tradsionil atau bahan diketahui toksin, baik sebagai bawaannya maupun akibat kandungan bahan asing yang berbahaya atau tidak diizikan, misalnya obat anti radang kortikostertoid dan non-stretoid. Efek tidak diinginkan berasal dari bahan yang dari tumbuhan obat itu sendiri maupun penambahan obat kimia.

Dengan potensi yang besar dalam peningkatan penggunaan obat tradisionil, perlu suatu penelitian, riset dan teknologi yang memadai untuk mendukung penemuan-penemuan baru bidang pengobatan traadisionil. Pada akhirnya membawa keuntungan dan kesejahteraan bagi masyarakat, bisnis, dan negara.

Permasalahan lain adalah banyak obat-obat tradisionil yang kita punyai tidak mendapat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), hal ini karena kurangnya pemahaman dari masyarakat lokal untuk melindungi tanaman obatnya atau faktor ketidaktahuan tentang nilai komersial dari tanaman obat itu sendiri dan pemerintah sendiri tidak terlalu peduli dengan kekayaan bahan obat ini.

Indonesia telah meratifikasi TRIPs ( Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights) kedalam UU Nomor 7 Tahun 1994, dimana aturan internasional itu memberikan 7 (tujuh) katagori yang masuk didalamnya HKI meliputi antara lain:

1. Hak Cipta dan hak-hak yang terkait (copyright and related right);

2. Merek dagang (trademarks);

3. Indikasi Geografis (geografhical indications)

4. Desain Industri (industrial design);

5. Paten (paten(, termasuk perlindungan Varientas Tanaman (plant variety right);

6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (layout design of intergrated circuits);

7. Informasi Rahasia (undisclosed information).

 

Jika dianalisa, bahw dalam TRIP tidak memasuhkan pengetahuan tradisional dalam bidang perlindunganya tersendiri di katagori di atas, sehingga untuk tanaman obat tradisional dimasukan dalam katogari paten. Di Indonesia untuk paten di atur dalam UU Nomor 14 Tahun 2001, namun Undang-undang ini susah diterapkan dalam perlindungan bahan obat, karena kreteria yang diminta misal harus ada suatu invensi, adanya syarat pembaruan penemuan sulit untuk dilakukan.

Untuk perlindungan hukum terhadap bahan obat tradisionil, dapat ditafsirkan dalam Pasal 7 UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, disebutkan bahwa,”varietas lokal milik masyarkat dikuasai oleh negara yang penguasaan oleh negara tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah.

Dengan demikian dalam kajian hubungan antara HKI dan obat tradisional, adalah suatu yang dipaksakan , karena pengetahuan obat dalam hal ini tanaman obat tradisional bermasalah dalam syarat-syarat yang diharuskan dalam HKI.

Kedepan Pertama dalam perlindungan obat tradisionil, harus secepatnya dilakukan secara kongrit dalam aturan perundang-undangan tersendiri. Kedua pengakuan perlindungan tradisionil dibidang keanekaragaman hayati harus bisa diimplemtasikan dalam masyarkat.

Tentang penulis:
Siti Kotijah SH MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda. Kontak person: 081 347 216635. Email: fafa_law@yahoo.com



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

KLIK TERTINGGI

  • Tidak ada

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.679.367 hits
September 2009
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930