Pembinaan Sentra PKL Untuk Warga Keputih Tegal Timur Surabaya

Oleh Moh Tojjib

  1. LATAR BELAKANG

Organization’s identity and mission?

Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta yang memiliki penduduk hampir tiga juta jiwa pada malam hari dan mungkin lebih dari tujuh juta pada siang siang hari, dimana berbagai potensi yang dapat menarik pendatang dari daerah sekitar maupun kota lain. Sebagai kota metropolitan yang memiliki Pelabuhan Tanjung Perak yang cukup penting untuk  perputaran barang yang bernilai ekonomi, Bandara Internasional Juanda walaupun lokasinya di Sidoarjo, Stasiun Kereta Api Gubeng, Pasar Turi dan Terminal Purabaya, kota ini memang layak disebut sebagai salah satu gerbang perdagangan utama di wilayah Indonesia timur.

 

Jumlah pendatang dari luar kota Surabaya yang tidak diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan yang memadai menyebabkan masalah kota di Surabaya bertambah. Sulitnya perekonomian yang dialami masyarakat membuat mereka memilih suatu alternatif usaha di sektor informal dengan modal yang relatif kecil untuk menunjang kebutuhan yaitu usaha di sektor informal dengan modal relatif kecil adalah menjadi pedagang kaki lima.

Permasalahan PKL bukan hanya permasalahan Pemerintah Kota Surabaya dan pedagang kaki lima, akan tetapi merupakan masalah masyarakat umum. Hal ini dikarenakan keberadaan PKL telah mengganggu ketertiban lalu lintas yang dapat menyebabkan kecelakaan dan fasilitas umum tidak dapat digunakan secara optimal. Misalnya di Jalan Pahlawan kini disesaki kaum PKL yang menimbulkan kesemerawutan kota. Namun bila pedagang kaki lima digusur begitu saja, masyarakatpun akan sulit memenuhi kebutuhan mereka yang biasa disediakan oleh pedagang kaki lima tersebut. Sedangkan kebijakan yang dikeluarkan oleh  Pemerintah kota Surabaya belum dapat diterapkan dengan baik artinya tujuan untuk menciptakan sebuah kota yang indah, tertib dan teratur belum dapat terpenuhi karena keberadaan mereka, sedangkan pemerintah sendiri belum dapat memberikan solusi yang tepat bagi persoalan pedagang kaki lima.

  1. PENUNJANG SEKTOR EKONOMI ALTERNATIVE

Why is the project important?

Keberadaan pedagang kaki lima di perkotaan sering dipandang sebelah mata,  mereka tidak pernah dilihat sebagai penunjang sektor riil di perkotaan yang tahan terhadap badai krisis ekonomi yang pernah melanda negara Indonesia seperti yang terjadi pada  tahun 1998 – 2008.  Sektor informal khususnya pedagang kaki lima dianggap membawa masalah bagi wilayah perkotaan terutama persoalan klasik, yakni keindahan kota, mengganggu ketertiban, medatangkan kekumuhan serta mengganggu ketertiban lalu lintas.

Meningkatnya jumlah mereka yang bekerja pada sektor informal tidak terlepas dari kecenderungan pembangunan yang lebih fokus ke perkotaan daripada pedesaan (urban bias), sehingga kesempatan kerja di pedesaan makin sempit. Meskipun upah mereka rendah, pendapatan rata-rata setiap tahun bisa mencapai 2,5 kali dari yang mereka peroleh di pedesaan (Majundar, 1978:41). Sektor informal dipandang sebagai alternatif pilihan yang menguntungkan bagi pendatang yang berpenghasilan rendah agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya (Moir dan Sardjono, 1977).

Untuk tetap dapat bertahan hidup di tengah-tengah maraknya penggusuran yang dilakukan aparat pemerintahan kota, maka para pekerja sektor informal khususnya pedagang kaki lima harus pandai melakukan berbagai strategi, yang sering dilakukan oleh para PKL adalah strategi “balik kucing”, yakni menghilang ketika mendengar akan dilakukan penertiban dan kembali lagi pada saat situasi telah “tenang”.  Namun pada saat ini ada beberapa kelompok PKL yang melakukan upaya “negosiasi” dengan kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yakni melalui pembentukan paguyuban PKL. Pembentukan paguyuban tersebut bukan bermaksud sebagai bentuk pembinaan manajemen perdagangan mereka melainkan lebih sebagai upaya negosiasi secara halus terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah kota yang bertujuan menggusur keberadaan mereka.

Formalisasi PKL ke dalam pusat-pusat perbelanjaan (Mall) sudah dilakukan sejak lama, namun terbatas pada jenis usaha tertentu yang tidak menghasilkan sampah, khususnya sampah basah. Sementara itu PKL makanan yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan PKL “kering” seperti penjual perhiasan imitasi, surat kabar dan majalah dan lain-lain tidak dapat menikmati formalisasi tersebut. Oleh sebab itu mereka berupaya mencari berbagai strategi agar dapat terhindar dari penggusuran yang dilakukan oleh Tramtib.

  1. KURANGNYA PERHATIAN PEMERINTAH

Bagaimanapun juga PKL adalah juga warga negara yang harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat dan berkumpul, seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945  pada Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi bahwa tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebutkan bahwa Usaha kecil (termasuk pedagang kaki lima) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperanan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.

Pemerintah harus menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan & kebijaksanaan guna  menentukan  peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya.

terlepas dari beberapa keunggulan yang dimiliki kelompok usaha kecil, khususnya pedagang kaki lima sebagaimana dikemukakan di atas, namun hasil pra-survei menunjukkan bahwa dari banyaknya pedagang kaki lima yang tersebar di berbagai kota  ternyata memperoleh pendapatan rata-rata per-tahun masih tergolong rendah. Indikasi rendahnya tingkat pendapatan mereka dapat ditelusuri melalui kepemilikan rumah tinggal, di mana sebagian besar rumah mereka masih mengontrak, bahkan ada di antara mereka yang masih tinggal di rumah keluarga.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi ini diduga bersumber dari dua hal pokok, yaitu :

(1)       faktor internal kelompok pedagang kaki lima itu sendiri; dan

(2) faktor ekternal, yakni kebijakan pemerintah dalam pembinaan usaha kecil (termasuk pedagang kaki lima).

Masalah yang berkaitan dengan faktor internal, di antaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan formal dan keterampilan dalam berusaha; perilaku konsumtif (konsumerisme), kebanyakan dari mereka belum mempunyai modal sendiri (sumber modal sebagian dari rentenir, dan sebagian dari barang-barang yang dijajakan adalah barang-barang komisi). Sedangkan faktor ekternal berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam pembinaan usaha kecil, khususnya pedagang kaki lima yang hingga saat ini baru sebagian kecil saja yang telah memperoleh pembinaan pihak-pihak terkait. Kedua hal pokok di atas merupakan faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan masalah pemberdayaan sektor informal, khususnya pengelolaan pedagang kaki lima, yakni masalah pengelolaan unsur manusia (pelatihan), pengelolaan unsur uang (modal kerja) dan pengelolaan unsur metode (manajemen usaha) dalam upaya meningkatkan pendapatan guna memberikan kontribusi pada penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  1. PENYEDIAAN LOKASI

Pada dasarnya suatu kegiatan sektor informal yakni pedagang kaki lima harus memiliki lokasi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Richardson ( 1991) berpendapat bahwa penentuan lokasi yang memaksimumkan penerimaan bila memenuhi kriteria pokok, yakni :

  1. Tempat yang memberi kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak;
  2. Tempat yang luas ruang ingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi
  3. MAKSUD DAN TUJUAN

The proposed programs’ title, purpose, and target population?

  1. LEMBAH NAN LESTARI bermaksud ikut mendukung program pemerintah guna meningkatkan pembangunan daerah umumnya serta ikut mengembangkan perekonomian daerah pada khususnya, peran swasta sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan usaha walaupun pada tataran sebagaimana usaha pedagang kaki lima (PKL), sebagai berikut :
  2. Mengamati kantong-kantong di daerah pinggiran Kota Surabaya masih relative banyak PKL yang belum tertampung atau kebagian tempat seperti teman-teman mereka lainnya yang sudah lebih dahulu mendapatkan falisitas dari Pemerintah Kota Surabaya;
  3. Lebih bijaksana ketika pihak swasta ikut memikirkan nasib mereka dengan langkah-langkah konkrit atau memberikan pembinaan nyata untuk PKL dimaksud sesuai bidang usaha masing-masing sebagai bentuk mitra kerja yang saling menguntungkan;
  4. Bahwa lahan seluas ± 8.165,00 m2 di Jalan Keputih Tegal Timur Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo sebagaimana tersebut dalam Sertipikat Hak Milik (SHM) No. No. 2268 atasnama SIRMAN   dan kepemilikan secara sah telah beralih kepada SUWANTO KARYONO yang sehari-hari menjabat sebagai Direktur Utama PT. LEMBAH NAN LESTARI, sebagaimana tercatat dalam turunan Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli No. 43  tanggal 23  Juli 2012 yang  dibuat oleh Notaris & PPAT DEDI WIJAYA, SH. MKn.
  5. Bahwa 60% dari luas tanah tersebut di atas atau 60/100 x 8.165,00 m2 = 4.866,45 m2 akan diserahkan kepada Pemerintah Kota Surabaya guna fasilitas umum, sedangkan kegunaan fasilitas umum dimaksud dapat dilaksanakan sesuai ketentuan persyaratan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) yang menjadi kebijakan Pemerintah Kota Surabaya.
  6. Bahwa permohonan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) 40% dari luas tanah dimaksud atau 40/100 x 8.165,00 m2 = 3.298,55 m2 yang merupakan sisa dari penyerahan fasilitas umum tersebut  akan digunakan sebagai lokasi sentra PKL dan fisilitas penunjang dengan bangunan semi permanen.
  7. Bahwa PT. LEMBAH NAN LESTARI yang saat ini bergerak di bidang usaha developer property bermaksud ikut berpartisipasi dan penyediaan prasarana dan sarana ruang berupa lahan kosong dengan luasan + 3.298,55 m2 sekaligus mendirikan bangunan semi permanen untuk pembinaan sentra PKL bagi warga disekitar lokasi Jalan Keputih Tegal Timur Surabaya Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo.
  8. ASPEK TEKNIS
  9. PETA LOKASI

Peta lokasi areal tanah Jl. Keputih Tegal Timur Surabaya

  1. SITE PLAN :

Site Plan sesuai Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 2268

  1. GAMBAR DENAH
  2. GAMBAR POTONGAN
  3. GAMBAR TAMPAK
  4. GAMBAR DETAIL

KESIMPULAN

PKL merupakan salah satu pekerjaan yang relatif tidak terpengaruh krisis ekonomi karena dampak krisis ekonomi tidak secara nyata dirasakan oleh pedagang kaki lima. Oleh karena itu diperlukan kesamaan gerak dan langkah pedagang kaki lima melalui keberadaan organisasi-organisasi pedagang kaki lima. Pemberdayaan melalui organisasi pedagang kaki lima perlu diupayakan.

Temuan menarik di lapangan menunjukkan perhatian organisasi pedagang kaki lima kepada anggota cukup besar, namun demikian perhatian yang diberikan belum optimal karena masih sebatas mengorganisir dan mengatur keberadaan pedagang kaki lima dan dalam kondisi krisis ekonomi ini organisasi kurang mampu melakukan pemberdayaan (empowerment) pedagang kaki lima.

Berbagai kinerja yang dihasilkan pedagang kaki lima pada saat krisis ekonomi menunjukkan tidak ada kaitan yang jelas antara upaya organisasi pedagang kaki lima dengan perubahan kinerja usaha. Bagaimanapun organisasi pedagang kaki lima belum mampu membantu pedagang kaki lima dalam mengatasi krisis ekonomi yang terjadi dan keadaan ini sebenarnya menjadi tantangan yang masih harus diperhatikan oleh pihak-pihak terkait.

 

 

 

 

 

Para pedagang kaki lima mempunyai peran yang luar biasa. Mereka mampu menggerakan roda perokonomian di tingkatan akar rumput. Mereka dapat membantu pengguna jalan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Para pengguna jalan tanpa harus mampir ke toko-toko untuk membeli barang yang mereka inginkan. Di samping itu para pedagang kaki lima menjadikan jalan tidak sepi. Para pedagang kaki lima tanpa diatur oleh pemerintah, dapat mengorganisir diri mereka mencari lahan pekerjaan tanpa ketergantungan atas kebijakan  pemerintah. Mereka bisa hidup tanpa bantuan pemerintah. Keunggulan-keunggulan yang ditunjukan oleh para pedagang kaki lima inilah yang membantu pemerintah dan masyarakat luas.

Maka, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakannya untuk tidak menggusur mereka. Pemerintah harus melakukan dialog dengan pedagang kaki lima untuk menelorkan kebijakan bersama yang saling menguntungkan. Para pedagang kaki perlu diajak untuk membuat aturan yang menyangkut kelayakan hidup mereka.

Tentang penulis:

Drs H Moh Tojjib MSi, mantan Sekretaris Kecamatan Jambangan Surabaya. Tinggal di Medokan Asri Utara IV/25 (MA IIIC/17) Surabaya. Kontak person: 0822 100 063 84 dan 081 232 063 84. Email : moh.tojjibnabil@yahoo.com



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.679.242 hits
November 2017
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930