Analisis Filosofi UU Nomor 32 Tahun 2009

Oleh Siti Kotijah

Pergantian adanya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara filosofi Undang-undang ini memandang dan menghargai bahwa arti penting akan hak-hak asasi berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga negara.

Munculnya konsep perlindungan hak asasi manusia (HAM) pada tahun 1974 oleh Rene Cassin dalam perkembangannya memasukan juga hak atas lingkungan yang sehat dan baik (the right to a healthful and decent environment).Hal ini dilatarbelangkani adanya persoalan lingkungan (khususnya pencemaran industri) yang sangat merugikan perikehidupan masyarakat.

Secara implisit perlindungan dan fungsi lingkungan hidup telah dinyatakan dalam instrumen hak asasi manusia, internasional covenant on economic, social and culture right (ICESCR), namun pengakuan secara eksplisit hak atas lingkungan hidup yang sehat (right to a healthy environment) dimulai dalam Deklarasi Stockholm dan Deklarasi Rio sebagai non binding principle. Dalam berbagai konsitusi ditingkat nasional, hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik telah diakui seperti halnya Konsitusi Afrika Selatan, Korea Selatan, Equador, Hungary, Peru, Portugal dan Philippines.

Untuk Indonesia, pertama kali hak atas lingkungan yang sehat dan baik diakui dalam sebuah UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tentang Lingkungan Hidup yang diganti dengan UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian juga hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik di Indonesia diakui sebagai HAM melalui ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia . Di salah pasal pada Dekrasi Nasional tentang HAM menetapkan bahwa,” setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik. Dalam perkembanganya dengan keluarnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, di Bab HAM dan Kebebasan Dasar Manusia,dibawah bagian Hak untuk Hidup.

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dasarnya pada Pasal 28H UUD 1945, dengan ditempatkan hak lingkungan ini diharapkan semua lapisan masyarakat semakin menjaga kualitas lingkungan hidup dengan perlu dilakukan suatu perlindungan dan pengelolaan yang terpadu, intragrasi dan seksama untuk mengantisipasi penurunan akibat pemanasan global.

UU No 32 Tahun 2009, juga memasuhkan landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi . Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi. Karenannya persoalan lingkungan adalah persoalan kita semua, baik pemerintah, dunia investasi maupun masyarakat pada umumnya.

Reformasi yang ingin dibangun pada UU No.32 tahun 2009 , adanya era otonomi daerah, yang banyak memberi perubahan dalam hubungan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perlu suatu landasan filosofi yang mendasar dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah-daerah. Bukan rahasia lagi bahwa dengan otonomi daerah yang ditandai adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah memberi suatu kekuasaan pada raja-raja baru di daerah dengan membabat habis sumber daya alam kita, baik berupa hutan, tambang, perkebunan dan lain-lainnya. Yang semua itu tidak memperhatikan lingkungan dan dianggap tidak penting lingkungan itu.

Kedepan dengan terbitnya UU No.32 Tahun 2009, yang filosofinya begitu menghargai lingkunga, agar setiap orang menghormati hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak sewenang-wenang dalam memandang alam nan indah ini.

Tentang penulis:
Siti Kotijah SH MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda. Kontak person: 081 347 216635. Email: fafa_law@yahoo.com



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

KLIK TERTINGGI

  • Tidak ada

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.678.752 hits
November 2009
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30