Menanti Pemimpin dengan visi “Blue Economy”

Oleh Andi Iqbal Burhanuddin

Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar, memiliki sumber daya keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Namun secara kasat mata yang terjadi justru cenderung under developed condition pada sektor ini.

Idealnya, Indonesia sepantasnya membuktikan bahwa ia merupakan negara terbaik dalam pemanfaatan dan pengelolaan potensi kepulauan dan kelautan sebagai asset nasional yang strategis bagi kemajuan dan kesejahteraan.

Menjadi kenyataan pahit bahwa selama 32 tahun masa Orde Baru, potensi kelautan kita terninabobokan, perhatian pemerintah terhadap pembangunan bidang kelautan dan perikanan sangat minim.

Dominasi cara pandang teresterial menyebabkan laut dipandang sebagai pemisah antar pulau dan faktor pembatas pembangunan nasional.

Meskipun, perhatian terhadap lautan sejak adanya Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, ratifikasi UNCLOS 1982 pada tahun 1985, dan pada pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid awal tahun 2000 telah didirikan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Namun program yang dicita-citakan pemerintahan berupa keberpihakan dan keadilan yakni “pro poor, pro job pro growth, pro business dan pro sustainale” sepertinya berjalan di tempat.

Hal tersebut sangat nyata bahwa masyarakat yang megap-megap di bawah garis kemiskinan masih terlihat berjubel yakni mencapai 117 juta jiwa atau sekitar 49 persen (versi bank dunia) dari total penduduk negeri dengan gelar “zamrud khatulistiwa” ini. Yang lebih mengenaskan, kesenjangan antara kelompok orang kaya dengan yang miskin nampak semakin melebar.

Sumberdaya pesisir dan lautan (resources endowment) yang demikian melimpah, memiliki potensi industri bioteknologi kelatan terbesar dunia, namun menjadi sebuah ironi yang memilukan dengan kenyataan bahwa hingga kini Indonesia bukannya menjadi produsen dan pengekspor produk-produk industri bioteknologi kelautan, tetapi sebaliknya menjadi pengimpor terbesar dunia.

Sebagai negara bahari dan kepulauan, dua per tiga wilayah Indonesia merupakan wilayah laut yang memiliki potensi ekonomi kelautan yang sangat besar dan beragam, tidak seharusnya membuat Indonesia menjadi negara terkebelakang dibandingkan dengan negara lain.

Sumberdaya kelautan sebagai keunggulan komparatif serta sekaligus keunggulan konpetitif bangsa Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Untuk itu, berbagai potensi dalam segala dimensi termasuk sebagai sumber devisa negara, perlu dikelola dengan baik dan terencana.

Konsep Blue Economy

Terminologi “blue economy” merupakan dinamika pemikiran konsep pembangunan terbaru yang kini sedang berkembang dengan mengandalkan sumber daya laut atau perairan yang berlandaskan pada tiga pilar terintegrasi yaitu ekosistem, ekonomi dan sosial.

Istilah blue economy tersebut telah diangkat dalam berbagai kerjasama internasional, seperti pada pertemuan tingkat Senior Officials Meeting (SOM) for the Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Konsep tersebut adalah konsep pengembangan yang membidik tiga kepentingan, yakni Pertumbuhan, Kesejahteraan masyarakat dan Penyehatan lingkungan.

Ekonomi biru dapat dilihat sebagai tindakan yang bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan secara keseluruhan, sumberdaya laut yang diolah akan dimanfaatkan secara optimal sebagai mainstream pembangunan ekonomi nasional.

Terdapat beberapa sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan guna memajukan dan memakmurkan bangsa Indonesia, yaitu kekayaan sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui (hasil-hasil perikanan), nonhayati (mineral, minyak bumi dan gas), energi kelautan (energi pasang surut, gelombang, ocean thermal energy conversion (OTEC)) serta jasa-jasa kelautan lainya.

Namun, tanpa pembenahan dan peningkatan teknologi pengelolaan, pola pemanfaatan yang baik serta wawasan dan kebijakan pemimpin, semua itu tidak akan membuat banyak arti bagi kemakmuran rakyat.

Masa depan visi Indonesia dalam eksistensinya sebagai negara kepulauan tidak hanya tergantung pada semua gagasan dan kebijakan generasi kepemimpinan hari ini, tetapi juga pada kemampuan kita mempersiapkan generasi kepemimpinan berikutnya untuk melanjutkan dan mengembangkannya secara produktif dan inovatif.

Menjelang pemilihan kepala pemerintahan daerah di berbagai daerah di Indonesia mendatang, termasuk pemilihan presiden, pilihan ekonomi rakyat berbasis kelautan sudah semestinya menjadi tolak ukur pembangunan dan penyelamatan komitmen nasional.

Oleh karena itu, pemimpin perlu gagasan dan wawasan mengenai pengembangan ekonomi kelautan yang handal, berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta membangun sistem hukum laut yang jelas maupun penegakan kedaulatan secara nyata.

Tuntutan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan agar dijadikan sebagai motor penggerak dalam pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan kelautan ke depan harus diarahkan pada pengelolaan berbasis ekosistem.

Pembangunan juga ditujukan untuk peningkatan dan penguatan peranan sumberdaya manusia di bidang kelautan dan perikanan serta membangkitkan wawasan bahari dan kekuatan pertahanan kedaulatan sebagaimana sejarah membuktikannya bahwa penguasaan laut sangat menentukan kekuatan dan keamanan suatu negara (Who Command the Sea, Command the World).

Upaya revitalisasi ekonomi kelautan perlu difokuskan pada pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, penganggaran, peningkatan patroli keamanan untuk menghindari pencurian ikan atau illegal fishing.

Apabila pemerintah mampu mendayagunakan segenap potensi ekonomi kelautan, maka sektor ini tidak hanya mampu mengeluarkan bangsa dari persoalan utang luar negeri, kemiskinan dan pengangguran, juga dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang maju, adil, makmur dan bermartabat.

Konsep “blue economy” yang baru muncul sekarang ini sebenarnya telah lama dijelaskan dalam Surat An Nahl (QS; 16) ayat 14, Allah berfirman “Dan Dialah Allah, yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan) dan kamu mengeluarkan dari lautan perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan/kemakmuran) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (Sumber: detik.com, 7 Nopember 2012)

Tentang penulis:
Andi Iqbal Burhanuddin, Komplek Unhas Baraya Makassar, Kontak person: 0811441491, iqbalburhanuddin@yahoo.com



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.678.236 hits
November 2012
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
2627282930