Arsip untuk Februari 21st, 2011

Menyoal Legitimasi Pansus Perpajakan

Oleh Yustinus Prastowo

Kasus perpajakan yang melibatkan Gayus H.P. Tambunan telah memasuki babak baru. Kini bola bergulir ke DPR, yang bersiap membentuk Pansus Mafia Perpajakan. Bola yang menggelinding ini perlu dicermati dengan saksama lantaran rekam jejak DPR dalam membentuk pansus berikut kinerjanya selama ini masih jauh dari memuaskan. Pula, aroma transaksi perkara pun merebak, dan dikhawatirkan hanya akan menciptakan panggung politik yang tak menyentuh pokok persoalan bangsa yang mendasar. Namun, terlepas dari itu, hal penting yang patut disyukuri adalah pajak kini dipahami bukan semata-mata sebagai persoalan ekonomi, tapi sekaligus persoalan politik. Tilikan berikut ini akan meninjau kemungkinan Pansus Mafia Perpajakan dari sisi etika publik.

Ada beberapa pertimbangan awal yang layak dicermati. Pertama, publik selama ini dikecoh oleh pemberitaan yang cenderung bombastis dan sangat tidak mendidik. Alih-alih mengajak memahami sistem dan administrasi perpajakan, persepsi publik digiring untuk menerima penilaian adanya praktek mafia perpajakan, dan lupa bahwa tujuan awal Susno Duadji membeberkan kasus Gayus Tambunan adalah menunjukkan kekecewaannya terhadap institusi kepolisian, yang lalu diindikasikan adanya praktek mafia hukum. Ini tentu saja tidak menampik fakta bahwa terdapat banyak hal yang perlu dibenahi di Direktorat Jenderal Pajak. Namun, menimpakan terlampau banyak beban dan tuntutan yang tidak proporsional serta memungkiri fakta rintisan dan bergulirnya reformasi di institusi ini merupakan bentuk pengabaian yang tak perlu.

Kedua, kesan kuat bahwa dorongan pembentukan Pansus adalah dugaan adanya permasalahan pajak yang dikaitkan dengan tokoh partai politik dan pengusaha tertentu. Jika motif ini benar, dapat dibenarkan pula kemungkinan Pansus menjadi kuda tunggangan bagi pengusaha atau siapa pun yang memiliki permasalahan pajak atau berkepentingan untuk melemahkan institusi perpajakan. Ketiga, anggota DPR tidak memiliki pemahaman yang cukup baik tentang sistem, teori, dan praktek perpajakan. Menyimak berbagai unjuk wicara di televisi dan pandangan anggota DPR di berbagai media tentang sistem dan praktek perpajakan, dapat disimpulkan bahwa pemahaman anggota DPR sangat minim dan cenderung mengalami kekeliruan konseptual. Padahal DPR memiliki kewenangan konstitusional berdasarkan Pasal 23 UUD 1945 dan terakhir dipakai untuk merumuskan revisi UU Perpajakan, yaitu UU No. 28 Tahun 2007, UU No. 36 Tahun 2008, UU No. 42 Tahun 2009. Pertanyaan balik yang dapat diajukan adalah seberapa jauh DPR sebagai representasi kepentingan rakyat memiliki kepedulian dan pemahaman yang baik, serta telah berkontribusi dalam merancang sistem perpajakan yang adil dan baik?

Sentralitas pajak

Peran dan fungsi pajak, terutama di negara demokratis, tidak dimungkiri lagi menjadi sesuatu yang sentral dan penting. Melihat sentralitas peran dan fungsi pajak ini, kita patut menuntut sedari awal konsep apa yang dimiliki para politikus di Senayan. Sangat mendesak konsep itu disampaikan ke publik untuk diuji dan diperdebatkan agar publik mengetahui arah serta muara pembentukan Pansus, dan terutama untuk memperoleh alternatif sistem perpajakan terbaik. Ini penting bagi publik mengingat hampir tidak ada partai politik yang memiliki agenda konkret dan substansial dalam sistem perpajakan nasional. Namun, apabila ini tidak dapat dipenuhi, yang mencuat justru kekhawatiran akan adanya tindakan melemahkan institusi pajak dengan dalih memberantas mafia perpajakan. Jaminan apa yang dapat diberikan bahwa sistem perpajakan akan menjadi lebih baik? Dan siapa yang dapat mengontrol ikhtiar mulia memberantas mafia perpajakan ini pada gilirannya tidak menciptakan praktek mafia baru? Atau lebih buruk lagi, tatanan yang ada tidak diobrak-abrik demi hasrat politik yang kerdil, partikuler, dan sangat bersifat jangka pendek?

Satu hal penting yang perlu dikritik adalah legitimasi etis. Tujuan Pansus yang utama adalah memberantas mafia perpajakan, yang secara moral tidak dapat dibenarkan karena merugikan kepentingan publik. Dimensi etis pajak menjadi penting dielaborasi. Penghindaran pajak bukan sekadar persoalan ekonomi dan keuangan, tapi lebih-lebih masalah moral karena menghilangkan potensi perbaikan kesejahteraan bagi orang banyak. Jika demikian halnya, bagaimana kita memastikan bahwa Pansus juga dilambari etika publik yang kuat, yakni memastikan aspek keadilan sosial, transparansi, dan pertanggungjawaban publik?

Cara paling efektif dan masuk akal adalah tuntutan bahwa pengusung hak angket adalah politikus yang bersih dan bebas dari persoalan pajak. Ukuran yang dapat dipakai adalah melalui publikasi surat pemberitahuan (SPT) pajak. Idealnya, para politikus Senayan semua sudah terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi, sehingga wajib menyampaikan SPT tahunan. SPT adalah sarana bagi wajib pajak untuk melaporkan penghitungan, perhitungan, dan pembayaran pajak, termasuk pelaporan harta kekayaan dan di dalamnya termasuk kepemilikan saham atau modal. Politikus yang berhak terlibat adalah politikus yang patuh secara formal dan material. Kepatuhan formal berarti SPT disampaikan tepat pada waktunya, dan kepatuhan material berarti wajib pajak telah mengisi SPT dengan benar, termasuk publikasi afiliasi usaha (adanya hubungan istimewa). Para politikus harus berani menerobos Pasal 34 UU KUP, yang mengatur kerahasiaan data wajib pajak demi kepentingan publik. Publikasi dilakukan secara terbuka dan memberi kesempatan publik untuk menilai serta memberikan pendapat dan informasi dalam waktu 14 hari. Ini diperlukan agar momentum perbaikan institusi perpajakan ini dapat dilakukan dengan baik dan tidak didasari motif-motif liar yang membahayakan. Jika dipastikan anggota DPR tersebut bersih dari persoalan pajak, niscaya publik akan memberikan dukungan penuh bagi politikus tersebut untuk menggunakan hak angket dan membentuk Pansus. Politikus yang terbukti tidak patuh pajak harus sukarela untuk dikenai sanksi, termasuk, jika tindakannya berpotensi merugikan keuangan negara, harus disidik sesuai dengan Pasal 39 UU KUP dengan ancaman pemidanaan.

Penutup

Seluruh rakyat Indonesia sangat berkepentingan terhadap kuat dan baiknya institusi perpajakan. Ini karena sentralitas peran dan fungsi pajak bagi kesejahteraan rakyat, termasuk penguatan fungsi kelembagaan serta keberlanjutan demokratisasi. Upaya mendorong penguatan dan perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh, jelas, dan bertolak dari motif yang tepat. Untuk itu, diperlukan diskursus tentang sistem perpajakan yang baik bagi bangsa Indonesia. Ini adalah tugas parlemen yang tidak pernah dilaksanakan dengan baik dan tuntas hingga kini. Jika kita hendak memanfaatkan kasus Gayus sebagai momentum, dan pembentukan Pansus Mafia Perpajakan adalah sarananya, harus dipastikan para politikus yang terlibat adalah politikus yang bersih dari persoalan pajak. Publikasi isi SPT dan afiliasi usaha mutlak harus dilakukan. Dengan demikian, secara etis Pansus memiliki legitimasi untuk bekerja.

Belum lepas dari ingatan betapa pembentukan Pansus Bank Century tetap saja menyisakan banyak misteri hingga kini. Tentu saja publik pantas cemas bahwa Pansus Mafia Perpajakan berpotensi menjadi ajang transaksi perkara dan muaranya adalah dikorbankannya kepentingan publik. Pula, masih segar dalam ingatan kita Pansus sekadar menjadi panggung pencitraan dan tempat mengais popularitas. Kinilah saatnya anggota DPR menunjukkan niat tulusnya dan merebut dukungan rakyat, yaitu menjadi sapu bersih yang akan membersihkan lantai kotor. Dan kita semua maklum bahwa salah satu ciri mafia adalah pengabaian etika. Jika tantangan ini tidak diambil, ungkapan Presiden Abdurrahman Wahid beberapa tahun lalu masih nyaring bergema, DPR ternyata tak kunjung naik kelas. Kita berkepentingan dengan parlemen yang kuat, tapi terlebih lagi, kita sungguh berkepentingan dengan politikus yang bersih. (Sumber: Koran Tempo, 19 Februari 2011)

Tentang penulis:
Yustinus Prastowo, pemerhati kebijakan publik, belajar di STF Driyarkara, Jakarta



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

KLIK TERTINGGI

  • Tidak ada

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.682.496 hits
Februari 2011
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28