Posts Tagged 'Karel Phil Erari'

“Quo Vadis” Negara Pancasila?

Oleh Karel Phil Erari


“Sebuah disintegrasi akan terjadi cepat atau lambat, jika negara absen dan lalai dalam menjamin keamanan bagi umat Kristen.


Peristiwa penyegelan tempat ibadat jemaat HKBP Ciketing Asem Bekasi, Jawa Barat, atas dasar surat Wali Kota Bekasi telah mengusik rasa solidaritas umat Kristen Manokwari, Provinsi Papua Barat. Di bawah pimpinan Pdt Wanma dan Pdt Marin suatu kelompok dengan nama Forum Solidaritas Umat Kristen Manokwari Peduli HKBP mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua Barat, menggugat pemerintah yang telah membiarkan umat Kristen, warga HKBP teraniaya oleh sekelompok warga yang mengatasnamakan agama tertentu.


Pdt Wanma dalam orasinya di depan kantor DPRD Papua Barat, yang kemudian dilanjutkan di dalam ruang sidang, atas undangan pimpinan DPRD Papua Barat menyatakan dengan nada penuh wibawa dan profetis, bahwa Pemerintah telah mendemonstrasikan ketidakmampuan menjaga kebebasan beribadah, seperti yang dijamin oleh UUD 45 Pasal 29. Menurutnya, seorang Wali Kota yang melarang ibadah dari suatu kelompok umat beragama yang dijamin oleh konstitusi negeri ini, telah melanggar Konstitusi dan serentak melanggar sumpah jabatannya, dan karena itu patut di proses secara hukum.


Pemerintah tak bisa lagi berdiam diri dan membiarkan aparat penyelenggara negara memelintir PBM No 8 dan 9 Tahun 2006, berdasarkan interest kelompok dan individu tertentu. Negeri ini tidak akan kiamat jika umat Kristen beribadah di tempat yang dianggap “sensitif” oleh siapa pun. Karena dalam suatu negara Pancasila, setiap jengkal tanah adalah tanah Pancasila yang bebas dan terbuka untuk menjadi tempat beribadah. Dari Sabang, Provinsi Aceh, sampai Merauke Provinsi Papua, adalah Tanah Pancasila. Karena itulah, jika di sebuah lahan di kawasan Ciketing, terjadi larangan dan penyegelan atas tempat beribadah umat Kristen, maka kita patut bertanya: Quo vadis negara Pancasila?


Pelanggaran Deklarasi Universal


Konflik jemaat HKBP dan warga Bekasi yang telah menelan korban seorang Pendeta Perempuan, Luspida Simanjuntak dan Sintua Hasian Sihombing tanggal 12 September 2010, mencerminkan betapa umat Kristen tidak lagi bisa mempertahankan hak fundamentalnya di negeri ini. HKBP sebagai jemaat Kristen, merupakan representasi umat Kristen di Indonesia, dan sesuai dengan citra Gereja sebagai Tubuh Kristus, maka bilamana ada satu anggota menderita dan sakit, maka seluruh tubuh pasti menderita dan mengalami kesakitan. Prinsip kesatuan Tubuh Kristus itulah yang mendorong warga Kristen Manokwari, bersatu dan berdiri di belakang jemaat HKBP untuk mendesak Pemerintah Pusat tidak berdiam diri atau “pura pura tidak tahu”.


Drama pengawalan yang luar oleh 700 personil aparat Polisi dan Satpol PP pada ibadah 19 September dan yang berakhir pada batalnya ibdah, sama saja dengan menghentikan shalat umat Muslim di hari Jumaat oleh aparat keamanan. Praktik seperti itu menggambarkan betapa kerdilnya para penegak hukum dan penguasa lokal memahami jiwa Pancasila dan semangat pluralisme bangsa Indonesia. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa tindakan pembatalan pelaksanaan ibadah adalah refleksi dari pembenaran diri sendiri dan menganggap pihak lain tidak berhak menjalankan haknya yang paling primer.


Menjalankan ibadah adalah hak asasi setiap manusia seperti yang dijamin oleh Deklarasi Universal PBB tentang kebebasan berekspresi. Kelompok yang bertindak atas nama agama tertentu melakukan pelarangan beribadah dan yang menyebabkan penyegelan suatu tempat beribadah, telah melanggar prinsip dari Deklarasi Universal PBB tentang kebebasan berekspresi. Di saat yang sama kelompok ini telah mengkhianati Pancasila yang menjamin kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianut.


Artikel ini saya siapkan sebagai suatu pertanggung jawaban theologis, dan merupakan bagian dari aspirasi umat Kristen di Papua, bahwa peristiwa Bekasi, telah menjadi masalah bersama umat Kristen Indonesia, termasuk masalah teologis bagi umat Kristen di Papua.


Aset Indonesia


Sebagai umat Kristen dari Papua, kami telah mengikuti secara cermat dan penuh keprihatinan begitu banyak gereja yang dibakar dan dirusak dan umatnya, termasuk para pendetanya terbunuh karena mempertahankan imannya. Ada seorang pendeta yang ditembak di atas mimbar saat memimpin ibadah di Palu. Ada keluarga pendeta yang dibakar dalam rumahnya. Ada pendeta yang dianiaya seperti yang terjadi di Bekasi.


Daftar ini masih panjang, namun hal yang hendak disampaikan bahwa penderitaan dan kesulitan yang dialami oleh gereja dan umat Kristen di Indonesia telah mengundang suatu pertanyaan besar, apakah negeri ini masih berbasis Pancasila? Negara Papua New Guinea dengan konstitusinya sebagai negara Kristen tidak melarang pembangunan masjid di ibu kota Port Moresby. Malaysia dengan konstitusinya sebagai negara Islam, tidak membakar gereja dan menista para pendeta.


Di awal integrasi Papua ke dalam Indonesia, pihak Belanda menyebar propaganda bahwa kalau orang Papua masuk Indonesia, pasti akan menjadi Islam dan disunat. Akan menderita dan miskin. Seorang Pimpinan Gereja, Pdt FJS Rumainum dalam Sidang Raya Dewan Gereja se Dunia 1963, di New Delhi India menyatakan bahwa Gereja Kristen Injili di New Guinea (nama ketika itu) adalah bagian dari Dewan Gereja Indonesia.


Suatu pernyataan profetis telah diucapkan oleh Pdt Rumainum. Ia mempertanggungjawabkan pernyataan tadi dengan mengatakan bahwa gereja dan umat Kristen di Indonesia, adalah dasar dan motivasi Iman dan Injil bagi orang Papua masuk menjadi bagian dari Indonesia. Kendati pernyataan ini mengundang kontroversi pro kontra namun eksistensi gereja dan umat Kristen Indonesia, menjadi dasar dukungan gereja di Tanah Papua untuk menjadi anggota Dewan Gereja Indonesia (kini Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia).


Seorang Ketua DPRD Papua Barat, Demianus Jimmy Iji dalam talkshow 20 September di Jakarta mengatakan : Pemerintah dan Negara telah mengkhianati perjuangan Founding Fathers kita yang telah menghapus 7 kata dari Piagam Jakarta demi suatu NKRI. Orang Papua sudah nyaman di Indonesia karena ada sesama orang Kristen di Batak, Jawa, Kalimantan. Sulawesi, Timor dan Ambon. Tetapi, kalau orang Kristen di Papua terusik dan tidak nyaman karena sesama umat Kristen tidak ada tempat lagi untuk beribadah, maka proses integrasi bangsa ini akan terganggu. Sebuah disintegrasi akan terjadi cepat atau lambat, jika negara absen dan lalai dalam menjamin keamanan bagi umat Kristen.


PBM Dicabut


Baik Islam maupun Kristen sama-sama memiliki semangat dan jiwa Dakwah atau Pekabaran Injil. Karena itu setiap bentuk peraturan atau UU yang mengatur hal ikhwal beribadah, dapat ditafsirkan sebagai larangan dalam bentuk yang halus terhadap agama tertentu. Jiwa PBM No 8/9 2006 menurut hemat saya adalah suatu regulasi terselubung untuk membatasi semangat Pekabaran Injil dari umat Kristen. Setiap orang Kristen yang tidak mengabarkan Injil bukan orang Kristen. Karena itu melarang jemaat HKBP untuk beribadah sama saja dengan membunuh suatu karakter dasar orang Kristen. Hal yang sama terjadi dengan semangat Dakwah atau 5 kali shalat bagi umat Islam.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa negara yang terlibat secara hukum dalam membatasi bahkan melarang umat untuk beribadah, baik HKBP atau GKI dan gereja manapun juga di Indonesia, telah memasuki ranah iman dan Kaidah Agama yang sangat fundamental. Ibadah adalah harga mati bagi umat Kristen. Sehingga dapat dipahami ketika jemaat HKBP memilih untuk beribadah di tempat semula, kendati dilarang dan bangunan tempat ibadahnya disegel. Solusi yang perlu diambil secara berani dan bertanggung jawab ialah PBM 8/9 2006 dicabut, demi masa depan baru bagi Indonesia, khususnya agar relasi Islam dan Kristen menjadi normal seperti ketika Prof Mukti Ali menjadi Menteri Agama RI. Semoga adalah harapan. (Sumber: Suara Pembaruan, 27 September 2010)


Tentang penulis:
Karel Phil Erari, Pendeta asal Papua, Ketua PGI




ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.679.061 hits
Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031