Tantangan dan Hambatan Konsolidasi Tanah (Bagian IV)

Oleh Yudhi Setiawan

Pengantar redaksi:

Artikel ini ringkasan disertasi Dr Yudhi Setiawan Drs SH MSi (pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, Bali) dalam ujian terbuka doktor ilmu hukum administrasi di Universitas Airlangga, Kamis 27 November 2008 dengan judul disertasi “Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijkrecht) dalam Konsolidasi Tanah”. Media online GagasanHukum.WordPress.Com memuatnya secara bersambung. Bagian I edisi Senin 8 Desember 2008. Bagian II edisi Senin 15 Desember 2008. Bagian III edisi 22 Desember 2008. Bagian IV edisi Senin 29 Desember 2008. Bagian V edisi Senin 5 Januari 2009. Bagian VI edisi Senin 12 Januari 2009. Bagian VII edisi Senin 19 Januari 2009. Bagian VIII edisi 26 Januari 2009. Bagian IX edisi Senin 2 Februari 2009. Bagian X edisi Senin 9 Februari 2009.                      

 

 

Menurut van Wijk-Konijnenbelt yang dikutip Philipus M. Hadjon:[1] “…hukum administrasi merupakan instrumen yuridis bagi penguasa untuk secara aktif terlibat dengan masyarakat …”. Hukum administrasi terbagi dalam dua lapangan yakni; pertama, lapangan hukum administrasi khusus yakni peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijakan penguasa seperti misalnya hukum atas tata ruang, hukum perizinan bangunan, dan hukum agraria; kedua, hukum administrasi umum yakni peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa, seperti contoh algemene beginselen van behoorlijk bestuur (asas-asas umum pemerintahan yang baik), undang-undang peradilan tata usaha negara. Pada umumnya tersedia 3 (tiga) instrumen hukum yang menjadi landasan negara untuk memperoleh tanah untuk kepentingan pembangunan; pertama, sarana hukum publik (publiekrecht); kedua, sarana hukum privat (privaatrecht); ketiga, sarana hukum campuran (gemeenschapelijkrecht).

Langkah yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional untuk menjalankan kekuasaan regulasinya adalah dengan melakukan tindakan hukum. Dalam tulisan lain, Philipus M. Hadjon menjelaskan: Tindakan hukum (rechtshandeling) dibedakan atas tindakan berdasar hukum privat dan tindakan berdasar hukum publik. Tindakan berdasar hukum publik selanjutnya dibedakan atas tindakan sepihak (eenzijdig) dan berbagai pihak (meerzijdige).

Bentuk konkret daripada tindakan sepihak adalah keputusan pemerintah (beschikking), sedangkan “publiek rechtterlijke overeenkomst” sebagai salah satu bentuk dari pada tindakan berbagai pihak, hingga saat ini masih merupakan perdebatan.[2]

1.5.2. Instrumen Hukum Privat  Dalam Konsolidasi Tanah

Badan/pejabat tata usaha negara dalam menjalankan tugas-tugas umumnya dapat menggunakan instrumen hukum publik (hukum administrasi), atau instrumen hukum privat (hukum perjanjian), atau berdasarkan kewenangan publik sekaligus bertindak secara keperdataan.

 

Philipus M.Hadjon menjelaskan bahwa: Selaku pelaku hukum publik (public actor) yang menjalankan kekuasaan publik (public authority, openbaar gezag), yang dijelmakan dalam kualitas penguasa (authorities) seperti halnya badan-badan tata usaha negara dan pelbagai jabatan yang diserahi wewenang penggunaan kekuasaan publik; Selaku pelaku hukum keperdataan (civil actor) yang melakukan pelbagai perbuatan hukum keperdataan (privaatrechtelijke handeling), seperti halnya mengikat perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan den sebagainya, yang dijelmakan dalam kualitas badan hukum (legal person, rechtspersoon). [3]

 

Lebih lanjut dijelaskan, selaku pelaku hukum publik (public actor) badan atau pejabat tata usaha negara memiliki hak dan wewenang istimewa untuk menggunakan dan menjalankan kekuasaan publik (public authority, openbaar gezag). Berdasarkan penggunaan kekuasaan publik dimaksud, badan atau pejabat tata usaha negara dapat secara sepihak menetapkan pelbagai peraturan dan keputusan (beschikkingen) yang mengikat warga (bersama badan-badan hukum perdata) dan peletakan hak dan kewajiban tertentu dan karena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka.

 

Sehingga sifat dari peraturan yang melebur kedalam perbuatan hukum privat adalah untuk mengatur, mengesahkan/menyetujui atau menolak diadakannya suatu hubungan keperdataan, dalam hal ini perjanjian antara mereka. Keterlibatan badan atau pejabat tata usaha negara dalam perbuatan perdata tersebut melahirkan suatu ketetapan tertulis yang dikeluarkan dalam rangka mengatur dan mengesahkan suatu hubungan yang bersifat keperdataan.

 

Semua hubungan keperdataan yang melibatkan badan atau pejabat tata usaha negara diawali dengan dikeluarkannya suatu keputusan oleh badan atau pejabat tata usaha negara itu sendiri berdasarkan wewenang yang dimiliki menurut hukum publik (hukum administrasi). Dalam suatu hubungan hukum apabila melibatkan penguasa menjadi salah satu pihak maka selalu dipengaruhi oleh tugasnya menurut ketentuan hukum publik dan karena itu ketentuan yang dilahirkan selalu bernada hukum publik. Karena itu semua badan atau pejabat tata usaha negara dalam keadaan apapun dan dalam hubungan apapun harus merasa terikat pada hak-hak dasar manusia.

 

Mengutip ten Berge, Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa aspek-aspek utama perbuatan hukum perdata oleh pemerintah berkaitan dengan: (1) hak-hak kebendaan (recht op zaken); (2) hak untuk menagih (vorderings rechten); (3) melakukan perbuatan hukum (verrichten van rechtshandelingen); (4) hak menuntut berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum atau pembayaran yang tidak terutang (acties uit onrechtmatige daad of onverschulding betaling).[4]

 

Perjanjian yang dibuat oleh dan atau dengan pemerintah mempunyai 3 (tiga) tipe, yaitu (1) perjanjian keperdataan (privaatrechtelijke overeenkomst); vermogens overeenkomst); (2) perjanjian kebijakan (kewenangan) (bevoegdheiden overeenkomst; beleids overeenkomst; bestuurs overeenkomst)  3) perjanjian campuran (gemengde overeenkomst). Lebih lanjut dijelaskan, perjanjian keperdataan digunakan pemerintah terutama untuk hak-hak atas kebendaan (vermogensrechten; tidak termasuk persoonlijkheidsrechten).

 

Prinsip kewajiban untuk memenuhi perjanjian tersebut tunduk kepada asas-asas hukum perdata yaitu (a) pacta sunt servanda; (b)exeptio non adempleti contractus; (c) perjanjian harus dibuat dengan itikad baik (te goeder trouw), rasional (redelijkheid) dan fair/adil (billijkheid). Dengan patokan ini akan sulit bagi pemerintah untuk membatalkan suatu perjanjian; sehingga berdasarkan asas-asas tersebut pemerintah sangat dibatasi oleh hukum perdata, namun ruang kebebasan bagi pemerintah masih mungkin dengan mendasarkan pada asas kepentingan umum.

 

Dalam kaitan dengan kepentingan umum yang harus dipertimbangkan adalah hakekat tugas pemerintah yang terkait dengan perjanjian dan hakekat kepentingan masyarakat. Perjanjian kebijakan (kewenangan) menggunakan dasar hukum publik karena berkaitan dengan penggunaan wewenang pemerintah.

 

Dengan demikian hukum yang diterapkan berdasarkan pada dua asas yaitu: (1) titik tolak hukum perdata, yaitu penerapan asas hukum perjanjian seperti pacta sunt servanda dan lain-lain. Dalam hal ada aturan khusus dalam hukum administrasi berlakulah asas preferensi hukum administrasi sebagai lex spesialis; (2) titik tolak hukum administrasi, yaitu keharusan untuk menerbitkan suatu besluit. Perjanjian campuran hakekatnya bentuk antara (tussenvorm) perjanjian perdata dan perjanjian kewenangan.

 

1.6. Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

Sesuai dengan substansi permasalahan hukum yang hendak di analisis, penelitian ini merupakan penelitian hukum[5] yang bersifat normatif (dogmatik) yakni suatu penelitian yang terutama menganalisis ketentuan­ketentuan hukum positif maupun asas-asas hukum, dengan melakukan penjelasan secara sistematis ketentuan hukum dalam sebuah kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara ketentuan hukum, menjelaskan dan memprediksi pengembangan ke depan.[6] Dengan rumusan seperti tersebut di atas penelitian ini tertuju pada tataran ilmu hukum dogmatik dan teori hukum.

1.6.2 Pendekatan Masalah

Untuk menganalis permasalahan yang ada, penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach);[7] dan pendekatan kasus. Pendekatan perundang-undangan selain melihat bentuk aturan hukum seperti Undang-­Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, juga menelaah konsistensi dan kesesuaian antara aturan hukum dengan aturan hukum lainnya, materi muatannya, mempelajari dasar ontologi (alasan adanya) dan ratio legis (alasan mengapa ada ketentuan itu) dari ketentuan undang-­undang.

 

Pendekatan perbandingan dalam konsolidasi tanah[8] merupakan kegiatan membandingkan metode wajib (compulsory method) dan metode sukarela (voluntary method) dalam konsolidasi tanah dan mengungkap perubahan aturan hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain dari setiap negara yang menggunakan kedua metode itu. Hal itu dilakukan karena metode wajib (compulsory method) dan metode sukarela (voluntary method) dikenal dalam konsolidasi tanah.

 

Perbandingan dalam konsolidasi tanah digunakan untuk mengetahui persamaan-persamaan, perbedaan-perbedaan, kelebihan-kelebihan, kekurangan-kekurangan dari kedua metode tersebut. Sasarannya adalah untuk mempertajam konsep hukum konsolidasi tanah di Indonesia. Pendekatan kasus adalah kasus dalam konsolidasi tanah atas putusan pengadilan terkait dengan permasalahan yang timbul antara Kantor Pertanahan Kabupaten/kota dan pemilik tanah. Dalam hal ini adalah ratio decidendi (alasan-alasan hukum) yang digunakan hakim untuk sampai kepada putusannya.

 

1.7. Bahan Hukum

Sesuai dengan sifat penelitian hukum normatif, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer dalam bentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang­Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia (PERPRES RI) Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Bahan hukum sekunder meliputi bahan yang mendukung bahan hukum primer seperti buku-buku (treatises) hukum, jurnal hasil penelitian dibidang hukum, ataupun hasil seminar, dan lain lain.

 

1.8. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: Langkah pertama menghimpun bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan regulasi konsolidasi tanah. Bahan-bahan hukum tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku (treatises) hukum, artikel, jurnal hukum, internet, hasil seminar dan lain-lain.

 

Terhadap bahan hukum primer dipelajari dan diidentifikasi kaidah-kaidah hukum yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, menganalisis masalah dengan maksud mencari dalil. Langkah-langkah tersebut oleh Terry Hutchinson[9] diberi singkatan “IRAC” yaitu memilih masalah (issues), menentukan peraturan hukum yang relevan (rule of law), dan kemudian menganalisis fakta-fakta dari segi hukum (analysing the facts), akhirnya menghasilkan penyusunan sebuah kesimpulan (conclusion). Langkah yang demikian disebut teknik “brainstorming” yang merupakan bagian dari langkah perencanaan dalam penelitian.

 

Bahan-bahan penelitian yang telah ditentukan tersebut dipelajari dengan seksama sehingga diperoleh intisari yang terkandung di dalamnya, baik berupa ide, usul, argumentasi, maupun ketentuan-ketentuan terkait. Terhadap bahan hukum sekunder dicatat dengan menggunakan sistem kartu (card system) yang terdiri atas kartu ikhtisar, kartu kutipan, dan kartu analisis.

 

Kartu-kartu disusun berdasarkan (nama pengarang/penulis, judul buku atau artikel, penerbit, tahun terbit dan halaman); Hasil penelitian yang diperoleh dari bahan-bahan hukum di atas, dicari hubungannya antara satu dan yang lainnya untuk menghasilkan proposisi dan konsep, baik berupa definisi, deskripsi, maupun klasifikasi sebagai hasil penelitian.

 

Langkah kedua menganalisis instrumen hukum publik dalam konsolidasi tanah agar diketahui instrumen hukum tersebut merupakan keputusan tata usaha negara atau tidak; sesuai dengan kewenangan yang sah atau tidak, terakhir perbandingan dalam konsolidasi tanah. Langkah ketiga menganalisis perjanjian sebagai instrumen hukum privat dalam konsolidasi tanah. Isu hukum yang menjadi obyek pembahasan tersebut dianalisis dengan bertitik-tolak dari teori-teori, konsep, dan asas-asas hukum yang menjadi dasar penelitian.

 

Tentang penulis:

Yudhi Setiawan, pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, Bali. Kontak person: 081 557 17082. Email: dr_yudhisetiawan@yahoo.co.id

 


 

 

[1] Philipus M. Hadjon (II),  h.27

[2] Philipus M. Hadjon (III), h. 8

[3] Philipus M.Hadjon (II), h.165

[4] Philipus M. Hadjon (IV), Penggunaan Instrumen Hukum Perdata Oleh Pemerintah. Pelatihan Hukum Perikatan Bagi Dosen dan Praktisi Fakultas Hukum Univ. Airlangga, 6-7 September 2006 h.2

[5] Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jawaban yang diharap dalam penelitian hukum adalah, right, appropriate, in appropriate, or wrong. Lihat Peter Mahmud Marzuki (I), Penelitian Hukum, Kencana, Jkt, 2005, h. 35

[6] Philipus.M.Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, Paper, Pelatihan Metode Hukum Normatif. Unair. 1997: lihat pula Terry Hutchinson. Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Sydney,2002, p.9

[7] Philipus.M.Hadjon (I), Menulis Laporan Penelitian Hukum Unair Surabaya 1999: Lihat pula Peter Mahmud Marzuki, h. 96-137

[8]Pendekatan perbandingan dalam penelitian ini bukan pendekatan perbandingan hukum dalam arti sebenarnya yang membandingkan sistem hukum suatu negara dengan sistem hukum negara lainnya atau hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain, tetapi merupakan kegiatan membandingkan metode wajib (compulsory method) dan metode sukarela (voluntary method) dalam konsolidasi tanah.

[9] Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Sidney, 2002, p.32



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.678.312 hits
Desember 2008
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031