Nasib SKTM di Masa Transisi

Oleh Agus Widjanarko

Semestinya awal tahun 2010 merupakan hari-hari yang melegakan bagi masyarakat miskin, terutama bagi mereka yang tidak memegang kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Sesuai komitmen bersama antara gubernur Jawa Timur dengan bupati/wali kota se-Jawa Timur pada 18 November 2009, biaya pengobatan masyarakat miskin non-jamkesmas akan ditanggung bila menderita sakit di rumah sakit di mana pun di Jawa Timur. Hal ini terkait dengan iuran biaya yang telah disepakati pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.

Tetapi, permasalahan timbul dalam praktik pelaksanaan di lapangan ketika penderita hanya sanggup menunjukkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) sebagai identitas kemiskinan mereka (Metropolis, 5 Januari 2010). Memang salah satu prasyarat yang diberikan pemerintah daerah sebagai jaminan bahwa seseorang memang benar-benar miskin adalah penyeragaman penggunaan kartu kepesertaan seperti halnya pada peserta jamkesmas. Konon, kartu diberi label kartu jamkesda sesuai nama program penjaminannya, jaminan kesehatan daerah (jamkesda). Sesuai kesepakatan pelaksanaan penjaminan per 1 Januari 2010. Otomatis kartu kepesertaan yang sah di mata manajemen rumah sakit adalah kartu jamkesda.

Tidak dapat dimungkiri bila dalam praktiknya selama ini, tidak sedikit pemegang SKTM bukan orang yang benar-benar miskin. Penderita yang secara ekonomi tidak layak disebut miskin (misalnya pergi ke rumah sakit diantar mobil pribadi, keluarga yang menjaganya beraksesori mahal, tidak mau ditempatkan di kelas 3) karena membayangkan pengeluaran biaya pengobatan dapat menguras tabungan.

Karena itu, mereka terkadang memanfaatkan kekerabatannya atau pertemanannya dengan para pemangku kepentingan untuk memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis. Atau, mereka ”menyewa” calo SKTM yang dipandang lebih murah, daripada membayar penuh biaya pengobatan di rumah sakit.

Moral hazard dari sisi pengguna pelayanan semacam inilah yang sebenarnya ingin dihindari dalam program jamkesda. Betapa banyak dana yang sejatinya dialokasikan untuk masyarakat miskin ternyata salah sasaran. Karena sebagian diserap masyarakat mampu yang rela menjadi miskin sesaat ketika jatuh sakit. Dengan kendali yang ketat dan cermat melalui kartu jamkesda diharapkan penyaluran iuran biaya antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota ini lebih efektif dan efisien.

Namun lazimnya praktik birokrasi, konsep program bisa jadi belum seiring dengan implementasinya. Semua sumber daya terkait dengan Jamkesda idealnya sudah disiapkan sebelum matahari 1 Januari 2010 terbit. Jika program Jamkesda ini mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur yang petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009, maka yang mesti diperhatikan adalah keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (BPJKD) sebagaimana diamanatkan dalam peraturan tersebut.

Badan ini merupakan badan hukum publik yang dibentuk pemerintah provinsi untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan menurut Sistem Jaminan Kesehatan Daerah (SJKD). Ada dua organ dalam BPJKD, yaitu Dewan Wali Amanah dan pejabat pengelola. Apakah organ-organ dimaksud secara profesional sudah benar-benar siap. Secara teknis maupun manajerial hingga ke daerah-daerah?

Badan inilah yang akan memberikan arah terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan implementasi jamkesda. Termasuk bagaimana mekanisme penetapan masyarakat miskin non-jamkesmas yang akan memperoleh jamkesda. Apa saja kriterianya, serta yang sangat penting adalah institusi mana yang harus memegang peran sebagai leading sector.

Menjadi rancu bila dinas kesehatan kabupaten/kota mendapat tugas untuk sangat aktif terlibat dalam pembuatan kartu jamkesda (Metropolis, 5 Januari 2010). Dalam konsep jaminan pelayanan/asuransi kesehatan, dinas kesehatan termasuk di dalamnya UPTD puskesmas beserta rumah sakit daerah adalah pemberi pelayanan kesehatan (PPK).

Sebagai PPK, dinas kesehatan beserta jajarannya mempunyai tugas yang tidak ringan yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin yang cukup menguras energi. Sedangkan pencacahan penduduk yang dikategorikan miskin untuk kemudian dibuatkan kartu Jamkesda by name, by address, bahkan mungkin by picture merupakan domain dari institusi non-kesehatan.

Kalau di daerah-daerah badan penyelenggara belum terbentuk, bisa saja melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang memang ”jago” menetapkan penduduk miskin. Tentunya dalam kerangka koordinasi pemerintah kabupaten/kota. Bagaimanapun, sesuai ketentuan pasal 7 ayat (2) dan (3) Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2009, yang berkewajiban menerbitkan kartu Jamkesda dan mendistribusikannya adalah BPJKD.

Masalahnya di lapangan, seberapa jauh data kemiskinan ini telah disiapkan. Sementara masyarakat miskin yang sakit tidak bisa diminta menunda berobatnya ke rumah sakit. Filosofi yang berlaku, yaitu “fungsi administrasi sepatutnya mengikuti fungsi pelayanan” harus benar-benar ditegakkan. Keselamatan dan nyawa penderita lebih berharga daripada sekadar disibukkan mencermati keabsahan data-data kemiskinannya.

Sungguh tidak etis jika pemahaman filosofi tersebut dibalik hanya semata-mata untuk memenuhi suatu tatanan manajerial. Meskipun secara ideal memang akan menjadi lebih baik bila dilaksanakan. Namun berbagai sumber daya yang mendukungnya sedang dalam proses penataan. Apa jadinya jika fungsi pelayanan baru dapat dijalankan setelah fungsi administrasi selesai. Betapa masyarakat miskin yang tidak mampu menunjukkan kartu jamkesda akan semakin dimiskinkan hak-haknya.

Karena itu, tidakkah SKTM atau dokumen sejenisnya masih tetap dapat dimanfaatkan. Sepanjang pemerintah daerah asal pasien memberikan jaminan sepenuhnya. Sampai kartu jamkesda benar-benar terdistribusi kepada yang berhak menerimanya? (Sumber: Jawa Pos, 9 Januari 2010)

Tentang penulis:
Agus Widjanarko, Ajun Ahli Asuransi Kesehatan dan Ketua Perkumpulan Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPKMI) Cabang Kota Pasuruan



ISSN 1979-9373
ISSN GagasanHukum.WordPress.Com

ARSIP

KLIK TERTINGGI

  • Tidak ada

STATISTIK PENGUNJUNG

  • 2.676.236 hits
Januari 2010
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031